Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan, negara ASEAN tetap harus waspada, dalam menghadapi gejolak ketidakpastian ekonomi dunia. Sebab, negara berkembang seperti ASEAN rentan terhadap terkena dampak rambatan atau spill over.
Negara ASEAN yang berkarakteristik ekonomi kecil terbuka dinilai rentan terhadap dampak guncangan global itu. Hal ini apabila tidak diantisipasi dapat meningkatkan risiko krisis. Formulasi dan kalibrasi kebijakan menjadi krusial untuk mendukung peran ASEAN bagi pemulihan ekonomi global. Hal ini menjadi referensi penting bagi anggota ASEAN untuk mencapai sejumlah sasaran makroekonomi sekaligus.
Seperti diketahui, pasca mewabahnya virus corona atau Covid-19 di negara seluruh dunia, geopolitik Rusia-Ukraina kemudian meletus dan belum mereda hingga hari ini.
Kemudian, di saat ekonomi mulai pulih, inflasi di banyak negara, terutama di negara-negara maju justru meningkat pesat. Hal ini yang membuat kebijakan Bank Sentral di negara maju kemudian harus mengetatkan kebijakan suku bunganya.
Suku bunga kebijakan yang tinggi, membuat saat ini banyak bank-bank di Amerika Serikat (AS) dan Eropa runtuh alias kolaps.
“Oleh karena itu, kita harus bersiap dari berbagai macam krisis,” jelas Perry dalam Gala Seminar Enhancing Policy Calibration for Macro-Finance Resilience di BNDCC, Bali, Rabu (29/3/2023).
“Ekonomi kecil dalam menghadapi krisis keuangan global, tentu kami harus mengambil kebijakan yang hati-hati. Namun, tentu juga harus inovatif dalam menyikapi kebijakan itu,” kata Perry lagi.
Dalam menghadapi krisis saat ini, kata Perry satu hal penting adalah dengan melakukan reformasi kebijakan. Berkaca dari pengalaman menghadapi krisis ekonomi, respons kebijakan tidak bisa hanya dilakukan dengan satu instrumen.
Artinya, perlu ada sinergi kebijakan antara fiskal dan moneter.
“Kita saat ini sudah tiga tahun dari pandemi Covid-19 tapi masih ada gejolak ekonomi secara global yang terjadi, seperti saat ini era suku bunga tinggi,” jelas Perry.
Secara ekonomi, Amerika Serikat (AS) dan Eropa telah tumbuh melambat. Namun, ekonomi dunia saat ini sangat tertolong dengan dibukanya kembali aktivitas China setelah tiga tahun melakukan lockdown.
Pun, dengan suku bunga The Fed (Fed Fund Rate/ FFR) yang masih terus naik, tidak hanya pada kisaran 5% tapi mungkin lebih di kisaran 5,25% hingga 5,5%.
Nah satu upaya yang dilakukan bank sentral dalam menjaga pertumbuhan ekonomi di Indonesia, kata dia dilakukan dengan lima langkah strategis.
Kebijakan pertama, koordinasi moneter dan fiskal. Kedua, percepatan transformasi sektor keuangan. Ketiga, percepatan transformasi sektor rill. Keempat, digitalisasi ekonomi dan sistem keuangan. Kelima, memperkuat ekonomi hijau dan inklusif.
Adapun target dari kebijakan itu meliputi, menjaga stabilitas dari goncangan global, menjaga momentum pertumbuhan dari permintaan domestik, dan pertumbuhan ekonomi tinggi jangka menengah yang berkelanjutan.
Hal senada juga diungkapkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. Menurut dia, pemerintah harus melakukan kalibrasi kebijakan, karena kondisi ekonomi terus berubah.
Menurutnya, perpaduan antara kebijakan fiskal dan moneter pun menjadi salah satu senjata yang ampuh. “Sinergi harus dilakukan, baik dari sisi moneter dan fiskal. Artinya mengkonsolidasikan hal itu,” jelas Sri Mulyani dalam kesempatan yang sama.