Perang Rusia ke Ukraina masih terus terjadi. Walau pertempuran telah terjadi 13 bulan lebih, belum ada tanda-tanda perdamaian di media negara mantan Uni Soviet tersebut.
Beberapa fakta baru juga terungkap. Bukan hanya senjata nuklir Rusia yang mulai “menganga” tapi juga analis yang menilai Presiden Rusia Vladimir Putin telah mensinyalkan perang akan terjadi selamanya.
Nuklir Rusia Mulai “Mengaga”
Rabu waktu setempat, Rusia dilaporkan meluncurkan latihan militer besar-besaran. Latihan itu mulai melibatkan senjata nuklirnya, sistem rudal balistik antarbenua (ICBM) Yars.
Berbasis silo, memakai bangunan bawah tanah sebagai tempat peluncur kendali, Yars menjadi salah satu senjata paling mematikan dunia. Ini diklaim bisa menembus target yang sangat terlindungi, bahkan dengan sistem pertahanan rudal balistik (BMD) sekalipun.
Mengutip CNBC International, peluncuran Yars dilakukan di tiga wilayah. Dilansir Associated Press sebagian berada di wilayah Siberia.
Latihan ini melibatkan pasukan rudal strategis. Secara total ada 300 peralatan dan 3.000 personal militer terlibat.
“Latihan menilai kemampuan senjata modern dan peralatan khusus Rusia,” kata Kementerian Pertahanan dikutip Kamis (30/3/2023).
Penggunaan Yars sendiri terjadi di tengah ancaman pengerahan senjata nuklir taktis (TNW) Rusia. Akhir pekan lalu, Presiden Rusia Vladimir mengumumkan akan mengerahkan TNW ke sekutunya di Eropa, Belarusia.
Ini menimbulkan reaksi protes dan desakan sanksi oleh Barat. Pengumuman Putin diartikan sebagai peringatan baru kengerian perang di Ukraina dan kemungkinan munculnya perrong nuklir.
Hal itu juga menunjukkan bahwa Moskow akan melakukan segala cara menangkis serangan ke negerinya. Bulan lalu, Rusia telah menangguhkan partisipasinya dalam perjanjian kontrol senjata nuklir dengan Amerika Serikat (AS), New START, yang menetapkan batasan jumlah hulu ledak strategis yang dapat dikerahkan Washington dan Moskow.
Sementara itu, dalam update pernyataan kemarin, pejadat Kremlin juga menegaskan tidak akan memberi tahu AS tentang kegiatan nuklirnya lagi. Ini dikatakan langsung Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov.
“Semua bentuk pemberitahuan, semua pertukaran data, semua kegiatan inspeksi, secara umum, semua jenis pekerjaan berdasarkan perjanjian ditangguhkan, tidak akan dilakukan,” kata Ryabkov menurut kantor berita Interfax.
Rusia Tembak Laut Jepang
Sebelumnya Selasa, situasi memanas di Asia. Rusia dilaporkan menembakkan rudal jelajah ke Laut Jepang.
Hal ini dilakukan seminggu setelah Perdana Menteri (PM) Jepang Fumio Kishida mengunjungi Ukraina. Kunjungan tiba-tiba itu berbarengan saat Xi Jinping mendatangi Rusia mengunjungi Putin.
Kementerian Pertahanan Rusia membenarkan tembakan itu. Di Telegram, kementerian mengatakan dua kapal perang terlibat dalam latihan dan menembakkan rudal Moskit, rudal jelajah anti kapal supersonik, ke sasaran “musuh tiruan” di laut.
“Di perairan Laut Jepang, kapal-kapal rudal Armada Pasifik menembakkan rudal jelajah Moskit ke sasaran tiruan laut musuh,” kata Kementerian Pertahanan Rusia dimuat AFP dan juga CNBC International.
“Target, yang terletak pada jarak sekitar 100 kilometer (62 mil), berhasil dihantam langsung oleh dua rudal jelajah Moskit,” tambahnya.
Hal ini membuat Jepang bereaksi. Menteri Luar Negeri Jepang Yoshimasa Hayashi mengatakan seiring berlanjutnya serangan Moskow ke Ukraina, militer Rusia meningkatkan aktivitas di Timur Jauh, termasuk area dekat Jepang.
Ia mengatakan Tokyo akan memantau pergerakan Rusia dengan cermat. Negara itu akan tetap waspada terhadap operasi militer Moskow.
“Saat invasi Rusia ke Ukraina berlanjut, pasukan Rusia juga menjadi lebih aktif di Timur Jauh, termasuk di sekitar Jepang,” kata Hayashi dalam konferensi pers dimuat Reuters.
“Kami akan terus memantau pergerakan militer Rusia dengan cermat,” ujarnya dikutip dari kantor berita Jiji Press.
Pekan lalu, diketahui dua pesawat pengebom strategis Rusia Tu-95 juga melakukan penerbangan di wilayah udara di atas perairan netral di Laut Jepang. Penerbangan jet pengebom juga dilakukan persis sehari setelah Kishida Jepang mengunjungi Kyiv untuk bertemu dengan pemimpin Ukraina Volodymyr Zelensky.
Jepang telah bergabung dengan sekutu Barat dalam memberikan sanksi kepada Rusia atas serangannya di Ukraina. Pantai Pasifik timur jauh Rusia dipisahkan dari Jepang oleh Laut Jepang yang sempit.
Putin Perang Selamanya
Sementara itu, sejumlah pengamat mengatakan Putin sedang mempersiapkan Rusia untuk untuk ‘perang selamanya’ dengan Barat usai serangan ke Ukraina terhenti. Hal ini terlihat dari pidato-pidato yang dilakukan pemimpin berusia 70 tahun itu.
Berbicara panjang lebar kepada para pekerja di sebuah pabrik penerbangan di wilayah Buryatia belum lama ini, Putin sekali lagi menyebut perang sebagai pertempuran eksistensial. Ia merujuk “untuk kelangsungan hidup Rusia”.
“Bagi kami, ini bukanlah tugas geopolitik, tetapi tugas untuk mempertahankan kenegaraan Rusia, menciptakan kondisi untuk perkembangan negara dan anak-anak kami di masa depan,” kata Putin, sebagaimana dikutip The Guardian.
Analis politik Maxim Trudolyubov mengatakan pola pidato Putin tersebut semakin bergeser. Dari arah diskusi sebagai “perang selamanya” dengan Barat.
“Putin secara praktis telah berhenti berbicara tentang tujuan perang yang konkret. Dia juga tidak mengusulkan visi tentang seperti apa kemenangan di masa depan. Perang tidak memiliki awal yang jelas atau akhir yang dapat diperkirakan,” kata Trudolyubov.
Trudolyubov mengatakan pesan terselubung Putin kepada rakyat adalah perang di Ukraina tidak akan berakhir dalam waktu dekat. Di mana Rusia harus belajar untuk menerimanya.
Rusia melancarkan serangan ke Ukraina sejak 24 Februari. Pertempuran sengit saat ini terjadi di Ukraina bagian Timur, terutama Bakhmut, yang tahun lalu dianeksasi sebagai bagian dari Rusia.